Pages

Artikel




SAATNYA HIJRAH DARI KEHIDUPAN JAHILIAH MODERN*

Hukum Jahiliahkah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 50)

Masyarakat saat ini sebenarnya sangat mirip dengan masyarakat Jahiliah sebelum Rasulullah saw. hijrah ke Madinah. Wajar jika sebagian ulama menyebut kondisi sekarang sebagai “Jahiliah Modern”. Dari sisi akidah, berbagai kemusyrikan dan ragam aliran sesat terus bermunculan. Di negeri ini, mencuatnya kasus Aa Gatot dan Kanjeng Dimas, dll menunjukkan betapa sebagian umat ini masih percaya dengan orang-orang ‘aneh‘ berbaju syaikh, wali (bahkan mengaku nabi), guru spiritual, orang pintar, ahli hikmah; dll. Padahal mereka menyatukan penyembahan terhadap jin dengan berbagai tindak kejahatan seperti penipuan, pelecehan wanita, bahkan pesta narkoba!
Dari sisi sosial, kebejatan moral (maraknya perzinaan, pornografi-pornoaksi, dll), tindakan kriminal (pencurian, perampokan, korupsi, pembunuhan, perjudian, narkoba, dll) terus menyeruak. Dari sisi ekonomi, riba masih menjadi basis kegiatan ekonomi. Demikian pula banyaknya transaksi-transaksi batil lainnya. Bahkan dalam hal riba, negara adalah pelaku utamanya dengan terus menumpuk utang luar negeri berbunga tinggi. Tahun ini utang negara kita sudah menembus angka Rp 4000 triliun lebih, dengan rata-rata bunga yang harus dibayar hanya dalam dua tahun (2016-2017) rata-rata Rp 200 triliun pertahun.
Di bidang politik, fenomena Pilkada DKI yang menyita energi sebagian umat pastinya juga tidak akan menghasilkan kondisi yang lebih baik. Sebagaimana Pemilu atau sejumlah Pilkada sebelum ini, jelas umat hanya diperalat untuk kemudian dijadikan korban oleh para elit politik. Mereka kembali ditipu, dikhianati dan dizalimi pasca Pemilu atau Pilkada usai. Sepanjang tahun ini, nasib umat tidak berubah sekalipun rezim berganti.
Saat ini sebetulnya kaum Muslim perlu membangun kembali negaranya yang akan mampu mewujudkan kembali masyarakat Islam, sebagaimana yang pernah dibangun Nabi saw. pasca Hijrah. Negara tersebut akan mengantarkan umat ini meraih kembali kemuliaan dan kejayaannya, sebagaimana pada masa lalu, yang akan menjadikan dunia ini bisa hidup kembali dalam keamanan, kedamaian, kemakmuran, keadailan, kesejahteraan dan keberkahan, yang akan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan sekaligus menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Perubahan yang sebenarnya adalah perubahan yang dapat menyelesaikan secara tuntas seluruh persoalan kaum Muslim di dunia saat ini. Perubahan semacam itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan dua hal sekaligus. Pertama: Membangun kekuatan politik internasional, yang menyatukan seluruh potensi kaum Muslim, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya. Kedua: Menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam negara tersebut. Hanya dengan cara inilah kaum Muslim akan mampu mengakhiri kondisi buruknya di bawah kekuasaan sistem Kapitalisme global menuju kehidupan mulia dan bermartabat dalam sebuah Negara yang Negara itu disebut Khilafah Islam. Wallahu’alam.

Disarikan dari berbagai sumber*

Artikel




BPJS MENCEKIK RAKYAT*

Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya
(HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar).

Besaran iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri atau membayar sendiri dinaikkan oleh Pemerintah melalui Perpres No. 19/2016. Pasal 16F mengatur bahwa iuran setiap orang perbulan untuk pelayanan perawatan kelas III menjadi Rp 30.000, naik dari sebelumnya Rp 25.500; kelas II menjadi Rp 51.000, naik dari sebelumnya Rp 42.500 perorang perbulan; dan kelas I menjadi Rp 80.000, naik dari sebelumnya Rp 59.500. Semua kenaikan iuran itu berlaku mulai 1 April 2016.

Kezaliman Berlipat Ganda
BPJS Kesehatan dengan sistem asuransi sosial yang mengubah pelayanan kesehatan dari hak rakyat dan kewajiban negara menjadi kewajiban rakyat, terlepas dari pundak negara, jelas itu merupakan kezaliman. Iuran yang diwajibkan terhadap rakyat jelas merupakan kezaliman. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan artinya menambah kezaliman terhadap rakyat.
Di sisi lain, kekayaan alam yang sejatinya adalah milik bersama seluruh rakyat, justru diserahkan kepada swasta dan kebanyakan asing. Rakyat dan negara pun kehilangan sumber dana yang semestinya bisa digunakan membiayai jaminan kesehatan untuk rakyat tanpa memungut dari rakyat. Akibatnya, rakyat kehilangan kekayaannya dan masih dipaksa membayar iuran untuk pelayanan kesehatan mereka. Dilihat dari sisi ini, maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diberlakukan jelas merupakan kezaliman di atas kezaliman.

Jaminan Kesehatan Harus Gratis
Imam al-Bukhari dan Muslim pun meriwayatkan dari Anas r.a. bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara kemudian meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Di sana mereka diizinkan untuk minum air susu unta sampai sembuh.
Berdasarkan hadist tersebut maka pelayanan kesehatan dan pengobatan adalah termasuk kebutuhan dasar rakyat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Pelayanan kesehatan gratis  diberikan dan menjadi hak setiap individu rakyat sesuai dengan kebutuhan layanan kesehatannya. Biaya untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah. Di antaranya dari hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas. Islam mengatur bahwa kekayaan sumber daya alam merupakan harta milik umum (milkiyah aam), yakni milik seluruh rakyat yang dikelola oleh negara.
Hal itu hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan syariah dan hukum Islam secara menyeluruh. Rahmat Islam, khususnya kemaslahatan berupa jaminan kesehatan bisa diwujudkan. Kemudaratan dalam bentuk pembebanan iuran terhadap rakyat dan penguasaan kekayaan alam milik rakyat oleh swasta dan asing bisa dihentikan. Semua itu bisa menjadi nyata dan dirasakan oleh semua Muslim dan non-Muslim. Wallahu'alam.

Disarikan dari berbagai sumber*

Artikel




T E R O R I S M E*

Publik pada dekade terakhir ini akrab dengan istilah bom, terorisme, dan radikalisme. Kebebasan media mainstream dan bayangan turut melambungkan ketiga istilah itu. Yang terjadi, publik makin ketakutan dengan teror dan benda-benda mencurigakan. Membuat kondisi ini bukan pekerjaan sehari dua hari, namun berpuluh-puluh tahun dengan menciptakan suatu tragedi.
Radikalisme dan terorisme telah lama dipropagandakan dan ditudingkan kepada kelompok-kelompok Islam yang dianggap berseberangan dengan kepentingan negara-negara penjajah Barat kafir, termasuk kepentingan status quo penguasa boneka penjajah. Kedua istilah ini terus-menerus dinyanyikan tanpa henti dengan maksud untuk menggiring umat agar membenci agamanya; membenci syariah, Khilafah dan jihad yang justru menjadi bagian tak terpisahkan dari agama Islam; termasuk membenci para pejuangnya.
Propaganda radikalisme dan terorisme yang ditudingkan kepada kelompok Islam yang terus dipropagandakan oleh Barat penjajah kafir dan para anteknya bertujuan antara lain: Pertama, menjauhkan umat Islam dari keterikatan dengan dengan agamanya yang paripurna. Kedua, melemahkan ghirah umat Islam untuk memperjuangkan agamanya, terutama dalam konteks penerapan syariah secara kâffah dalam institusi Khilafah. Ketiga, mengadu domba antarumat Islam; radikal vs moderat. Keempat, mencegah kebangkitan umat Islam yang dikhawatirkan dapat mengancam segala kepentingan negara-negara penjajah Barat kafir. Barat kafir penjajah tentu amat khawatir jika dominasi dan hegemoninya atas negeri-negeri Islam berakhir akibat bangkitnya kaum Muslim.
Jadi, siapa yang diuntungkan dengan propaganda radikalisme dan terorisme ini? Jelas, Barat penjajah kafir dan para anteknya. Siapa yang rugi? Tentu kaum Muslim secara keseluruhan, bukan hanya kelompok-kelompok Islam yang aktif memperjuangkan syartiah dan Khilafah Islam. Karena itu, tentu umat harus selalu waspada atas berbagai propaganda busuk yang ditujukan kepada kelompok-kelompok Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah Islam. Sebab, jika umat termakan propaganda mereka, alamat umat Islam akan terus berada dalam dominasi dan hegemoni Barat kafir penjajah.
Terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan politik tertentu, jelas AS layak dinobatkan sebagai negara teroris nomor wahid di dunia. Di Indonesia sendiri, berbagai tindakan Densus 88, yang telah membunuhi rakyat tanpa dasar yang jelas, telah menimbulkan ketakutan luar biasa di masyarakat. Meski dilakukan dengan dalih melawan terorisme, tindakan brutal mereka juga sangat layak disebut terorisme. Pembunuhan terhadap para terduga teroris tidak jelas salahnya, juga sangat layak disebut aksi terorisme. Justru terorisme yang dilakukan oleh negara sangat mengerikan karena lebih sistemik dan dengan sumberdaya yang nyaris tak terbatas. Karena itu banyak yang mengatakan bahwa program kontra-terorisme adalah sumber terorisme itu sendiri.
Jika dibandingkan dengan zaman Rasulullah saw., tindakan mereka persis seperti tokoh-tokoh Jahiliah. Pada saat itu, mereka berkumpul di rumah Walid bin Mughirah untuk mendiskusikan sebuah istilah untuk membungkam dakwah Rasulullah saw. Pada saat itu ada yang usul agar Rasulullah dituduh dukun, orang gila, tukang syair, dan tukang sihir. Semua tuduhan tidak ada justifikasinya, kecuali tukang sihir. Al-Walid berkata, “Tuduhan yang paling tepat untuk dia adalah bahwa dia adalah penyihir. Dia datang membawa suatu perkataan seperti sihir. Sebab, perkataan itu bisa memisahkan seseorang dengan istrinya, seseorang dengan kerabatnya, sehingga kalian berpecah-belah karenanya” Apakah semua usaha mereka berhasil? Tidak sama sekali. Sistem Jahiliah itu pun akhirnya tumbang dan diganti dengan sistem Islam yang menebarkan rahmat ke seluruh alam. Insya Allah sejarah akan terulang untuk yang ke sekian kalinya. WalLâhu a’lam.

Disarikan dari berbagai sumber*