Pages

Artikel



MAU DIBAWA KEMANA (GENERASI) INDONESIA ?*

Ummu Salamah ra menuturkan : Rasulullah saw melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso (Buwas) mengatakan, saat ini narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang masuk ke Indonesia jumlahnya sudah dalam ukuran ton. Korban narkoba, yang 2015 saja menembus angka 4.5 juta orang dengan belanja narkoba Rp 63 T. Diringankannya hukuman bagi pecandu, pengedar bahkan bandar narkoba sering menggunakan dalih kemanusiaan membuat semakin merajalelanya peredaran narkoba. Hakim MA dalam membatalkan vonis mati dua gembong narkoba beralasan bahwa hukuman mati bertentangan hak hidup yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28 dan melanggar HAM. Sementara itu sejumlah LSM yang menolak vonis hukuman mati beralasan bahwa vonis hukuman mati terbukti tidak menyurutkan angka kejahatan narkoba, padahal seorang pecandu narkoba jelas berbuat kriminal. Sebab dengan sadar ia membeli, memiliki dan menggunakan narkoba. Jika ia mengkonsumi narkoba karena diancam akan dibunuh atau dianiaya pantas bila dikatakan sebagai korban. Selain itu pecandu atau pengkonsumsi narkoba tak jarang juga mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk juga mengkonsumsinya, jelas berbahaya.
Bila pengedar dan bandar narkoba dilindungi hak hidupnya lalu bagaimana dengan hak hidup para korban yang tewas atau terkapar akibat narkoba yang mereka jajakan? Bagaimana pula dengan hak hidup masyarakat banyak yang setiap saat terancam oleh peredaran narkoba? Aneh hak hidup bandar narkoba yang telah turut berperan merampas hak hidup para korban narkoba dan mengancam hak hidup masyarakat banyak justru lebih diutamakan.
Hukuman penjara beberapa tahun jelas tidak ampuh sama sekali memberantas peredaran narkoba. Malah, di penjara pun mereka bisa mengendalikan peredaran narkoba. Terlebih lagi vonis mati yang sudah dijatuhkan ternyata hampir belum ada yang dieksekusi. Wajar saja efek jeranya belum terasa, sebab memang belum dilakukan.
Sangat jauh berbeda ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan akan tertutup. Landasan akidah Islam mewajibkan negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. Disamping itu, alasan ekonomi untuk terlibat kejahatan narkoba juga tidak akan muncul. Sebab pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (papan, pangan dan sandang) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing.
Siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarîmah (tindakan kriminal) yang termasuk sanksi ta’zir. Pelakunya layak dijatuhi sanksi dimana bentuk, jenis dan kadar sanksi itu diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, misalnya dengan dijatuhi sanksi berupa penjara, denda, dicambuk (jilid) bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
 Gembong narkoba (produsen atau pengedar besar) sangat membahayakan masyarakat layak dijatuhi hukuman berat bahkan sampai hukuman mati. Mustahil mewujudkan masyarakat bersih dari narkoba dalam sistem demokrasi transaksional sekarang ini. Hal itu hanya bisa diwujudkan melalui penerapan syariat Islam secara total dengan segenap kesungguhan untuk mewujudkannya. Wallahu'alam.

Disarikan dari berbagai sumber* 

Artikel



PENYEBAB HANCURNYA KELUARGA UMAT ISLAM*

“Orang-orang kafir tidak henti-hentinya berusaha memerangi kalian hingga mereka berhasil mengeluarkan kalian dari agama kalian jika saja mereka mampu” (TQS Al Baqarah [2]: 217)

Berbagai program yang memiliki kekuatan global, telah disusun untuk menghancurkan bangunan keluarga Muslim. Dunia internasional, yang dikendalikan Trans National Corporation, telah meminjam tangan PBB, lembaga filantropis dan tentu saja berbagai pemerintah Muslim bersatu padu menyusun program-program feminis yang bertujuan untuk menghancurkan keluarga Muslimin.
Sesuai blue print kesetaraan gender yang tertuang dalam ‘kitab suci’ kaum feminis seperti CEDAW (Convention on The Elimination Of All Forms Of Diskrimination Against Women) dan BPfA (Beijing Platform for Action) perusakan peran itu terjadi secara simultan seperti realita yang sekarang terjadi, perempuan sebagai pencari nafkah (bread winner), pengasuhan bisa dilakukan siapa saja (tidak lagi menerapkan prinsip hadlanah sesuai syariat Islam), pendidikan tidak berbasis dalam rumah (tapi dominan dilakukan oleh lembaga), pemimpin rumah tangga berlaku demokratis (tak boleh ada dominasi ayah), dan sebagainya. Dalih yang mengemuka, mereka harus bertahan dalam dunia yang semakin keras dengan mengamankan aset-aset ekonomi demi kebutuhan keluarga. Mereka lupa bila pun ekonomi mereka mapan, keluarga mereka tetap saja berpotensi mengalami guncangan. Yang membuat penghuninya tak ragu berjual beli dengan kemashlatahan hingga menggadai akidah dan ketundukannya pada syariat.
Hal ini terjadi di seluruh pelosok negeri Muslim, dikarenakan kaum Muslim tak pandai dalam memaknai ajaran Islam dan menafsirkannya sesuai kebutuhan. Saat keluarga-keluarga yang ada mulai abai akan petunjuk Allah, meninggalkan warisan Rasulullah saw. demi bermesraan dengan dunia. Inilah awal kehancuran keluarga. Dalam sistem demokrasi kapitalistik, keluarga sebagai basis utama pembentukan generasi masa depan, sulit diharapkan memiliki ketahanan yang prima dengan berbagai macam rancangan program yang sejatinya bertujuan untuk menghancurkan keluarga Muslim. Jadi, tidak cukup hanya bertumpu pada individu-individu yang ada di dalamnya, sekalipun mereka shalih dan bervisi membangun peradaban masa depan.
Ada dua hal mendesak yang perlu terus-menerus kita upayakan untuk membentengi keluarga dari dampak semakin meluasnya bahaya liberalisasi keluarga. Pertama, pengokohan fungsi keluarga Muslim. Ini mutlak harus kita upayakan setiap saat agar terwujud keluarga-keluarga yang tegak atas dasar ketaatan kepada Allah. Menjadikan syariat Islam sebagai standar sehingga setiap keluarga Muslim mampu berfungsi sebagai masjid, madrasah, rumah sakit, benteng pelindung, dan kamp perjuangan yang siap melahirkan generasi pejuang dan pemimpin umat. Kesemuanya itu diarahkan untuk mewujudkan masyarakat taat syariat Islam.
Kedua, mengembalikan fungsi negara sebagai pilar utama (soko guru) penyangga fungsi keluarga Muslim yang kita bangun sebagai individual tadi. Ini penting dan mendesak. Kita masih ingat, hancurnya Islam sebagai sistem hidup pada tahun 1924 telah melenyapkan pilar utama bagi peradaban Islam. Dengan hilangnya Islam sebagai sistem hidup, peradaban Islam telah kehilangan kekuatan dan vitalitasnya. Dapat dikatakan, gambaran realitas peradaban Islam nyaris musnah dari benak keluarga Muslim karena Islam sebagai sistem hidup yang menopangnya telah tiada. Sebagai gantinya, peradaban Barat sekulerlah yang kemudian mendominasi kaum Muslim saat ini hingga ranah paling kecil: keluarga. Maka sudah sangat wajar jika kita semua berupaya untuk mengembalikan sistem Islam beserta fungsi utamanya tersebut ke kancah kehidupan. Wallahu'alam. 

*Disarikan dari berbagai sumber